Jumat, 27 Februari 2015

Berakhirnya Orde Baru dan Lahirnya Reformasi

Berakhirnya Masa Orde Baru dan Lahirnya Reformasi














A. Lahirnya Orde Barusource : farhanshare.blogspot.com
Sejak gerakan PKI berhasil ditumpas, presiden Soekarno belum bertindak tegas terhadap G30S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa dan masyarakat. pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan lainya mengadakan demonstrasi. Mereka membulatkan barisan pada Front Pancasila. Pada tanggal 10 Januari 1966 para demonstran mendatangi DPR-GR dan mengajukan Tritura yang isinya:
  1. Pembubaran PKI, 
  2. Pembubaran kabiner dari unsur-unsur G30S/PKI, dan
  3. Penurunan harga
Menghadapi aksi mahasiswa, Presiden Soekarno menyerukan pembentukan Barisan Soekarno kepada para pendukungnya. Pada tanggal 23 Februari 1966 kembali terjadi demonstrasi. Dalam demonstrasi tersebut, gugur seorang mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim. Oleh para demonstran Arif dijadikan Pahlawan Ampera. Ketika terjadi demonstrasi, presiden merombak kabinet Dwikora menjadi Kabinet Dwikora yang disempurnakan. Oleh mahasiswa sussan kabinet yang baru ditentang karena banyak pendukung G30S/PKI yang menjabat dalam kabinet, sehingga mahasiswa memberi nama kabinet Gestapu. Saat berpidato di depan sidang kabinet tanggal 11 Maret 1966, presiden diberitahu oleh Brigjen Subur. Isinya bahwa di luar istana terdapat pasukan tak dikenal. Presiden Seokarno merasa khawatir dan segera meninggalkan sidang. Presiden bersama Dr. Soebandrio dan Dr. Chaerul Saleh menuju Istana Bogor.
*sumber : farhanshare.blogspot.com
Tiga Perwira tinggi TNI AD yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud menyusul presiden ke Istana Bogor. Tujuanya agar Presiden Soekarno tidak merasa terpencil. Selain itu supaya yakin bahwa TNI AD bersedia mengatasi keadaan asal diberi kepercayaan penuh. oleh karena itu presiden memberi mandat kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Mandat itu dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru. Supersemar pada intinya berisikan perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminya keamanan dan kestabilan jalanya pemerintahan. Selain itu untuk menjamin keselamatan presiden. Bagi bangsa Indonesia Supersemar memiliki arti penting sebagai berikut.
  1. Menjadi tonggak atau pelopor lahirnya Orde Baru
  2. Dengan Supersemar, Letjen Soeharto dapat mengambil beberapa tindakan untuk menjamin kestabilan jalanya pemerintahan dan revolusi Indonesia.
  3. lahirnya Supersemar menjadiaawal penataan kehidupan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah dilegalkan melalui Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966. Sebagai pengemban dan pemegang Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa langkah strategis sebagai berikut.
  1. pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlaran dan membubarkan PKI termasuk ormas-oramasnya.
  2. Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang mentri yang diduga terlibat dalam G30S/PKI.
  3. Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainya dari pengaruh PKI dan unsur-unsur komunis.
B. Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa Orde Baru
Dalam melaksanakan langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto berlandaskan pada Supersemar. Agar dikemudian hari tidak menimbulkan masalah, masa Supersemar perlu diberi landasan hukum. Oleh karena itu pada tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan sidang umum. Berikut ini ketetapan MPRS hasil sidang umum tersebut.
  1. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
  2. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968.
  3. Ketetapan MRPS No. XII/MPRS/1966, tentang penegasan kembali Landasan kebijaksanaan Politik Luar Negri Indonesia yang bebas dan aktif.
  4. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
  5. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), dan menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah NKRI.
Dalam sidang ini MPRS juga menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang berjudul 'Nawaksara' (sembilan pasal), sebab pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno tidak menyinggung masalah PKI atau peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965. Selanjutnya MPRS melaksanakan sidang Istimewa tanggal 7-12 Maret 1967. Dalam sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat Ketetapan penting sebagai berikut.
  1. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, tentang pencabutan kekuasaan dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jendral Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya presiden oleh MPRS hasil pemilu.
  2. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967, tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS no. I/MPRS/1960, tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
  3. Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967, tentang pencabutan ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966, tentang Pemimpin Besar Revolusi.
  4. Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967, tentang pencabutan ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966, tentang pembentukan panitia penelitian ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada tanggal 25 Juli 1966. Pembentukan Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura yang ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma yaitu menciptakan stabilitas politik dan ekonomi. Program kerjanya disebut Catur Karya, yang isinya antara lain:
  1. Memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan,
  2. Melaksanakan Pemilu,
  3. Melaksanakan politik luar negri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional, dan 
  4. Melanjutkan perjuangan aniimperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dengan dilantiknya Jendral Soeharto sebagai presiden yang kedua (1967-1998), Indonesia memasuki masa Orde Baru, stabilitas politik nasional dapat terjaga. Lamanya pemerintahan Presiden Soeharto disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
  1. Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama dengan golongan militer dan cendikiawan.
  2. Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan Golongan Karya (Golkar) dalam setiap Pemilu.
  3. Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan pancasila) sebagai gerakan budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila, yang kemudian dikuatkan dengan Ketetapan MPR No. II/MPR/1978.
Untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis, maka diselenggarakan pemiliha umum. Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde baru dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh sembilan partai politik dan satu Golongan Karya. Sejak pemilu tahun 1971 sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih oleh Goklar. Hal ini disebabkan Golongan Karya selalu mendapatkan dukungan dari kaum cendikiawan dan ABRI. Untuk memperkuat kedudukan Golkar sebagai motor pengerak Orde Baru dan untuk melanggengkan kekuasaan maka pada tahun 1973 diadakan fusi partai-partai politik. Fusi partai dilaksanakan dalam dua tahap berikut.
  1. Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan diri menjadi Partai Persartuan Pembangunan (PPP).
  2. Tanggal 10 januari 1963, kelompok partai Katolik, perkindo, PNI, dan IPKI menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). 
Di samping membina stabilitas politik dalam negri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubaha-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-upaya yang dilakukan dalam pembaruan politik luar negeri.
  1. Indonesia kembali menjadi anggota PBB.
  2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC).
  3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia.
  4. Berperan dalam pembentukan ASEAN.
Pada masa Orde baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalamn berbagai aspek kehidupan. Tujuanya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berbasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.
  1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 
  2. Perumtbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
  3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
1) Runtuhnya Orde baru

Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi Ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia.
*sumber : farhanshare.blogspot.com
Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan refomrasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Heriyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai 'Pahlawan Reformasi'. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk, MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembanganya, Komiter Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 mentri menolak untuk diikutsertakan dalam kabinet reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan presiden soeharto mundur dari jabatannya akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatanya sebagai Presiden RI dan menyerahkan jabatanya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
2) Kondisi Politik pada Masa Pemerintahan Habibie

Ketika Habibie menggantikan Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang haru dihadapinya, yaitu:
  • Masa depan Reformasi;
  • Masa depan ABRI;
  • Masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI;
  • Masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaanya dan kroni-kroninya; serta
  • Masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan Reformasi dan masyarakat.
a) Kebijakan dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tida undang-undang politik yang lebih demokratis, yaitu:
  1. UU No. 2 Tahun 1999, tentang Partai Politik.
  2. UU No. 3 Tahun 1999, tentang Pemilihan Umum.
  3. UU No. 4 Tahun 1999, tentang Susunan dan kedudukan DPR/MPR.
b) Kebijakan dalam bidang ekonomi
Pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999, tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen.
c) Kebebasan Menyampaikan Pendapat dan Pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangakt kembali. hal ini terlihat dari munculnya parta-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bsia menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Selain kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
d) Pelaksanaan Pemilihan Umum
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain pada masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan musyawarah di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil musyawarah tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur ingin lepas dari NKRI. Sejak saat itu Timor Timur resmi lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapatkan kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timos Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
Demikian Artikel Berakhirnya Masa Orde Baru dan Lahirnya Reformasi, semoga bermanfaat, dan menambah wawasan kita semua terutama di bidang Ilmu Pengetahuan Sosial.

Kamis, 19 Februari 2015

Strategi Nasional Dalam Menghadapi Peristiwa Madiun/PKI, DI/TII, G 30 S/PKI, Dan Konflik-Konflik Internal Lainnya



Strategi Nasional Dalam Menghadapi Peristiwa Madiun/PKI, DI/TII, G 30 S/PKI, Dan Konflik-Konflik Internal Lainnya

A.Peristiwa Madiun/Pki Dan Cara Yang Dilakukan Pemerintah Dalam Penanggulangannya
Pemberontakan Pki Madiun yang terjadi pada tahun 1948 merupakan pengkhianatan terhadap Bangsa Indonesia ketika sedang berjuang melawan Belanda yang berupaya menanamkan kembali kekuasaanya di Indonesia. Pemimpin pemberontakan ini antaranya adalah Amir Samsyudin dan Musso. Amir Syamsudin membuat Front Demokrasi Rakyat (Fdr) pada tanggal 28 Juni 1948 dan melakukan pemberontakan di Madiun. Sedangkan Musso adalah tokoh Pki yang pernah gagal melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926 lalu bergabung dengan Amir Syarifuddin.Kelompok ini sering melakukan aksi-aksinya antra lain :
      1.  Melancarkan propaganda anti pemerintah
      2. Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan
      3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, kemudian Divisi Liv yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh . pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
Pemberontak Pki di Madiun ini bertujuan meruntuhkan pemerintahan Ri yang berdasarkan Proklamsi 17 Agustus 1945 yang akan diganti dengan pemerintahan yang berdasarkan paham komunis.
Dalam usaha mengatasi keadaan, pemerintah mengangkat Kolonel Gatot Subroto sebagai gubernur militer daerah istimewa Surakarta dan sekitarnya. Karena Panglima Besar Jendral Sudirman sedang sakit maka pimpinan operasi penumpasan di serahkan kepada Kolonel A. H. Nasution, panglima markas besar Komando Jawa (Mbkd).
Pada tanggal 30 September 1948 seluruh kota Madiun dapat direbut kembali oleh Tni. Musso yang melarikan diri ke luar kota dapt di kejar dan ditembak tni. Sedangkan Amir Syarifuddin tertangkap di hutan ngramb, grobogan, daerah puwandadi dan di hukum mati.

      B.Peristiwa Di/Tii Dan Cara Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Dalam Penanggulangannya
1.     Pemberontakan Di/Tii di Jawa Barat
Pada tanggal 7 Agustus 1949 di suatu desa di kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Ketika pasukan Siliwangi berhijrah, gerombolan Di/Tii ini dapat leluasa melakukan gerakannya dengan membakar rumah-rumah rakyat, membongkar rel kereta api. Menyiksa dan merampok harta benda penduduk.
Usaha untuk menumpas pemberontakan  Di/Tii ini memerlukan waktu yang lama disebabkan oleeh beberapa fakto, yaitu :
a.    Medannya berupa daerah pegunungan-pegunungan sehingga mendukung pasukan di/tii untuk bergrilya,
b.    Pasukan Kartosuwiryo dapat bergerak dengan leluasa di kalangan rakyat,
c.    Pasukan Di/Tii mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-pemilik perkebunan dan para pendukung negara Pasundan,
d.    Suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha pemulihan keamanan.
Pada tahun 1960 pasukan Siliwangi bersama rakat melakukan operasi “Pagar Betis” dan opersi :Bratayudha.” Pada tangal 4 Juni 1962 S.M. Kartisuwiryo beserta para pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi “Bratayudha” di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat.
2.    Pemberontakan Di/Tii di Jawa Tengah
Pemberontakan Di/Tii di Jawa Tengah di bawah pimpinan Amir Fatah yang bergerak di daerah Brebes, Tegal, Dan Pekalongan dan Moh. Mahfudh Abdul Rachman (Kiai Sumolangu). Pada bulan Januari 1950 pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut “Gerakan Banteng Negara” (Gbn) di bawah Letnan Kolonel Sarbini (selnjut-nya di ganti letnan Kolonel M. Bachrun dan kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani. Di daerah Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan bagian dari Di/Tii, yakni dilakukan oleh “Angkatan Umat Islam (Aui)” yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “Romo Pusat” atau Kyai Somalangu. Pemberontakan Di/Tii juga terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan Di/Tii pada bulan Desember 1951.
3.    Pemberontakan Di/Tii di Aceh
Gerombolan di/tii juga melakukan pemberontakan di aceh yang dipimpin oleh Teuku Dau Beureuh. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh yang waktu itu mejabat sebagai gubernur militer menyatakan bahwa Aceh erupakan Ri Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan S.M. Kartosuwirjo. Atas prakarsa kolonel M. Yasin, panglima daerah militer i/ Inkandar Muda, pada tanggal 17-21 Desember 1962 diselenggarakan “ musyawarah kerukunan rakyat Aceh” yang mendapat dukungan tokoh-tokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan Di/Tii di Aceh dapat dipadamkan.
4.    Pemberontakan di/tii di sulawesi selatan
Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan Di/Tii yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap rakyat. Pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan sitembak mati sehingga Di/Tii di Sulawesi Selatan dipadamkan.
5.    Pemberontakan Di/Tii di Kalimantan Selatan
Pada bulan Oktober 1950 Di/Tii juga melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Pemerintah mengerahkan pasukan Tni sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dimusnahkan

   C.Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial, Dan Budaya Sebelum Terjadinya Peristiwa G 30 S/Pki
Pada masa demokrasi terpimpin kondisi ekonomi sangat memprihatinkan hingga muncul krisis ekonomi nasional. Kondisi politik dan ekonomi yang semakin tegang bersampak pada sosial budaya masyarakat. Pki dan para pendukungnya yang semakin mendapat pengaruh sering mengancam dan melakukan tindak kekerasan  lainnya. Pengaruh pki yang sangat besar dalam bidang politik berdampak luas terhadap kebijakan pemerintah di semua bidang.
   D.Pemberontakan G 30 S/Pki Dan Cara Penumpasannya
Prinsip Nasakom yang dilaksanakan pada waktu itu memberi kesempatan kepada Pki dan organisasi pengukungnya untuk memperluas pengaruhnya. Sebelum melakukan pemberontakan, Pki melakukan berbagai cara agar mendapat dukungan yang luas di antaranya sebagai berikut :
1.     Pki menyatakan dirinya sebagai pejuang perbaikan nasib rakyat serta berjanji akan menaikan gajih upah buruh, pembagian tanah dengan adil, dan sebagainya.
2.    Pada akhir tahun 1963 Pki melakukan “Aksi Sepihak” terutama di Jawa, Bali, dan Sumatera Utara.
3.    Pki juga mencari pendukung dari berbagai kalangan mulai dari para petani, buruh kecil, pegawai rendahan baik sipil maupun militer, seniamn, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan para perwiara abri.
4.    Pengaruh Pki yang besar dalam bidang politik sehingga memengaruhi terhadap kebijakan pemerintah.
5.    Memasuki tahun 1965 Pki melempar desas-desus adanya “Dewan Jendral” dari dalam tubuh angkatan darat.

30 September 1965 atau awal tanggal 1 Oktober 1965, terjadinya penculikan
dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat. Penculikan ini dilakukan
oleh sekelompok militer yang menamakan dirinya sebagai Gerakan 30 September.
Aksi ini di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, komandan Batalyon I
Cakrabirawa. Para pimpinan TNI AD yang diculik dan dibunuh oleh kelompok
G 30 S/ PKI tersebut adalah sebagai berikut.
   a.    Letnan Jenderal Ahmad Yani.
   b.    Mayor Jenderal R. Suprapto.
   c.    Mayor Jenderal Haryono MT.
   d.    Mayor Jenderal S. Parman.
   e.    Brigadir Jenderal DI. Panjaitan.
   f.    Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
    g.     Letnan Satu Pierre Andreas Tendean.

Peristiwa pembunuhan oleh G 30 S/ PKI yang terjadi di Yogyakarta mengakibatkan gugurnya dua orang perwira TNI AD yakni Kolonel Katamso Dharmokusumo dan Letnan Kolonel Sugiyono. Pada hari Jum’at pagi tanggal 1 Oktober 1965 “Gerakan 30 September “ telah menguasai dua buah sarana komunikasi vital, yakni studio RRI Pusat di Jalan Merdeka Barat, Jakarta dan Kantor PN Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan.
Dengan menghimpun pasukan lain termasuk Divisi
Siliwangi, dan Resimen Para Komando Angkatan Darat
(RPKAD) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi Wibowo,
panglima Kostrad mulai memimpin operasi penumpasan
terhadap Gerakan 30 September. Tindakan-tindakan yang
dilakukan dalam operasi ini sebagai berikut.
( 1)  Pada tanggal 1 Oktober 1965 operasi untuk merebut kembali RRI dan Kantor Telkomunikasi sekitar pukul 19.00. Dalam sekitar waktu 20 menit operasi ini berhasil tanpa hambatan. Selanjutnya Mayor Jenderal Soeharto selaku pimpinan sementara Angkatan Darat mengumumkan lewat RRI yang isinya sebagai berikut.
(a)   Adanya usaha usaha perebutan kekuasaan oleh yang menamakan dirinya Gerakan 30 September.
(b)  Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat.
(c)  Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan sehat.
(d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada.
( 2)  Menjelang sore hari pada tanggal 2 Oktober 1965 pukul 06.10 operasi yang dilakukan oleh RPKAD yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo dan Batalyon 328 Para Kujang. Operasi ini berhasil menguasai beberapa tempat penting dapat mengambil alih beberapa daerah termasuk daerah sekitar bandar udara Halim Perdanakusumah yang menjadi pusat kegiatan Gerakan 30 September.
( 3)  Dalam operasi pembersihan di kampung Lubang Buaya pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk seorang anggota polisi, Ajun Brigadir Polisi Sukitman diketemukan sebuah sumur tua tempat jenazah para perwira Angkatan Darat dikuburkan. Mereka yang menjadi korban kebiadaban PKI tersebut mendapat penghargaan sebagai pahlawan revolusi.